✔ Sejarah Singkat Supersemar, Isi, Tujuan, Dan Kontroversinya
Sejarah Singkat Supersemar, Isi, Tujuan, dan Kontroversinya
Amongguru,com. Surat Perintah Sebelas Maret (Supersemar) merupakan surat perintah yang ditandangani oleh Presiden Republik Indonesia, Soekarno, pada tanggal 11 Maret 1966.
Surat perintah yang dikenal sebagai “Surat Sakti” ini berisi perintah yang menginstruksikan kepada mantan presiden Soeharto selaku Panglima Komando Operasi Keamanan dan Ketertiban (Pangkopkamtib) ketika itu, untuk mengambil segala tindakan yang dianggap perlu untuk mengatasi keamanan yang jelek tersebut.
Lahirnya Supersemar tidak lepas dari kaitannya dengan Peristiwa Gerakan 30 September (G30S) PKI yang telah mengakibatkan gugurnya sejumlah jenderal Angkatan Darat pada tahun 1965.
Mantan Presiden Soeharto yang pada waktu itu menjabat Pangkopkamtib menjadi ujung tombak pemberantasan antek-antek Partai Komunis Indonesia (PKI) sebagai respon dari penculikan dan pembunuhan sejumlah jenderal Angkatan Darat tersebut.
Sejarah Supersemar
Sejarah awal lahirnya Supersemar terjadi ketika tanggal 11 Maret 1966. Pada ketika itu Presiden Soekarno sedang mengadakan Sidang Pelantikan Kabinet Dwikora yang Disempurnakan yang dikenal dengan “Kabinet 100 Menteri”.
Ketika sidang dimulai, Brigadir Jenderal Sabur sebagai Panglima Pasukan Pengawal Preside Tjabrabirawa melaporkan bahwa ada banyak “pasukan liar” atau “pasukan tidak dikenal” yang diketahui sebagai Pasukan Kostrad di bawah pimpinan Mayor Jenderal Kemal Indris.
Pasukan ini bertugas menahan orang-orang yang berada di Kabinet yang diduga terlibat G30S, diantaranya yaitu Wakil Perdana Menteri I Soebandrio.
Setelah mendengarkan laporan tersebut, maka Presiden Soekarno bersama Wakil Perdana Menteri I, Dr. Soebandrio, dan Wakil Perdana Menteri III, Caerul Saleh, pribadi berangkat menuju Bogor memakai helikopter.
Sidang kabinet jadinya sementara ditutup oleh Wakil Perdana Meneteri II, Dr. J. Leimena, yang kemudian ikut menyusul ke Bogor.
Situasi tersebut dilaporkan kepada Letnan Jenderal Suharto yang pada ketika itu menjabat sebagai Panglima Tentara Nasional Indonesia Angkatan Darat menggantikan Letnan Jenderal Ahmad Yani yang gugur akhir insiden Gerakan 30 September (G-30-S) 1965. Letnan Jenderal Suharto ketika itu tidak menghadiri sidang kabinet alasannya yaitu sakit.
Malam harinya, Letnan Jenderal Suharto mengutus tiga orang perwira tinggi Angkatan Darat ke Istana Bogor untuk menemui Presiden Sukarno, yaitu Brigadir Jenderal Muhammad Jusuf, Brigandir Jenderal Amir Machmud, dan Brigadir Jenderal Basuki Rachmat.
Setibanya di Istana Bogor, terjadi obrolan antara tiga perwira tinggi Angkatan Darat tersebut dengan Presiden Sukarno mengenai situasi yang terjadi.
Ketiga perwira tersebut menyatakan bahwa Letnan Jenderal Suharto bisa mengendalikan situasi dan memulihkan stabilitas keamanan nasional apabila diberikan surat kiprah atau surat kuasa yang memperlihatkan wewenang kepadanya untuk mengambil tindakan.
Menurut Brigadir Jenderal Muhammad Jusuf, pembicaraan dengan Presiden Sukarno berlangsung sampai pukul 20.30 WIB malam.
Akhirnya, Presiden Sukarno baiklah terhadap proposal tersebut, sehingga dibuatlah surat perintah yang dikenal sebagai Surat Perintah Sebelas Maret (Supersemar).
Surat perintah tersebut ditujukan kepada Letnan Jenderal Suharto selaku Panglima Tentara Nasional Indonesia Angkatan Darat semoga mengambil segala tindakan yang dianggap perlu untuk memulihkan keamanan dan ketertiban.
Tujuan Supersemar
Berdasarkan sejarah lahirnya Supersemar tersebut maka tujuan dikeluarkannya Supersemar yaitu sebagai berikut.
1. Untuk mengatasi situasi jelek akibar pemberontakan G-30S PKI.
2. Untuk mengembalikan keamanan negara dari situasi dan kondisi yang kacau.
3. Untuk menyelamatkan Negara Kesatuan Republik Indonesia dari kekacauan.
4. Untuk mengembalikan kewibaan pemerintah.
Isi Supersemar
Berikut ini yaitu isi Supersemar.
SURAT PERINTAH
1. Mengingat :
1.1. Tingkatan Revolusi kini ini, serta keadaan politik baik nasional maupun Internasional
1.2. Perintah Harian Panglima Tertinggi Angkatan Bersendjata/Presiden/Panglima Besar Revolusi pada tanggal 8 Maret 1966
2. Menimbang :
2.1. Perlu adanja ketenangan dan kestabilan Pemerintahan dan djalannja Revolusi.
2.2. Perlu adanja djaminan keutuhan Pemimpin Besar Revolusi, ABRI dan Rakjat untuk memelihara kepemimpinan dan kewibawaan Presiden/Panglima Tertinggi/Pemimpin Besar Revolusi serta segala adjaran-adjarannja
III. Memutuskan/Memerintahkan :
Kepada: LETNAN DJENDERAL SOEHARTO, MENTERI PANGLIMA ANGKATAN DARAT
Untuk: Atas nama Presiden/Panglima Tertinggi/Pemimpin Besar Revolusi:
- Mengambil segala tindakan jang dianggap perlu, untuk terdjaminnja keamanan dan ketenangan serta kestabilan djalannja Pemerintahan dan djalannja Revolusi, serta mendjamin keselamatan pribadi dan kewibawaan Pimpinan Presiden/Panglima Tertinggi/Pemimin Besar revolusi/mandataris M.P.R.S. demi untuk keutuhan Bangsa dan Negara Republik Indonesia, dan melakukan dengan niscaya segala adjaran Pemimpin Besar Revolusi.
- Mengadakan koordinasi pelaksanaan perintah dengan Panglima-Panglima Angkatan-Angkatan lain dengan sebaik-baiknja.
- Supaya melaporkan segala sesuatu jang bersangkuta-paut dalam kiprah dan tanggung-djawabnja menyerupai tersebut diatas.
- Selesai.
Djakarta, 11 Maret 1966
Kontroversi Supersemar
Setelah tumbangnya rezim Orde Baru pimpinan Presiden Suharto, ada beberapa versi wacana isi naskah Supersemar.
Sebagian kalangan sejarawan Indonesia menyampaikan bahwa terdapat banyak sekali versi Supersemar sehingga masih ditelusuri naskah Supersemar yang dikeluarkan oleh Presiden Soekarno di Istana Bogor.
Akan tetapi, dari beberapa versi yang bermunculan tersebut, setidaknya ada tiga versi yang paling dipercaya sebagai representasi atau citra dari isi naskah Supersemar yang asli.
Tiga versi naskah Supersemar sanggup dilihat melalui gambar-gambar di bawah ini.
1. Surat Perintah 11 Maret 1966 (Supersemar) Versi Rezim Orde Baru
2. Surat Perintah 11 Maret 1966 (Supersemar) Versi Sumber Lain
3. Surat Perintah 11 Maret 1966 (Supersemar) Versi Pusat Sejarah dan Tradisi Tentara Nasional Indonesia (TNI)
Berbagai perjuangan pernah dilakukan oleh Arsip Nasional Republik Indonesia (ANRI) untuk mendapat kejelasan mengenai naskah orisinil Supersemar.
Bahkan, Arsip Nasional telah berkali-kali meminta kepada Jenderal (Purn.) Muhammad Jusuf yang merupakan saksi terakhir sampai simpulan hayatnya pada tanggal 8 September 2004 semoga bersedia menjelaskan apa yang bergotong-royong terjadi, tetapi selalu gagal.
Arsip Nasional juga sempat meminta proteksi Muladi yang ketika itu menjabat sebagai Menteri Sekretaris Negara, Wapres Muhammad Jusuf Kalla, dan Maulwi Saelan, bahkan dewan perwakilan rakyat untuk memanggil Jenderal (Purn.) Muhammad Jusuf.
Baca : Peristiwa Penting Sekitar Proklamasi Kemerdekaan Republik Indonesia
Akhirnya, perjuangan Arsip Nasional tersebut tidak pernah terwujud. Saksi kunci lainnya yaitu mantan Presiden Suharto. Akan tetapi, dengan wafatnya Pak Harto pada tanggal 27 Januari 2008 menciptakan misteri sejarah Supersemar semakin sulit untuk diungkap.
Atas kesimpangsiuran Supersemar tersebut, aka kalangan sejarawan dan aturan Indonesia setuju menyampaikan bahwa insiden G-30-S 1965 dan Supersemar 1966 yaitu salah satu dari sekian sejarah nasional Indonesia yang masih “gelap”.
Belum ada Komentar untuk "✔ Sejarah Singkat Supersemar, Isi, Tujuan, Dan Kontroversinya"
Posting Komentar